Siapa Nama Allah Islam?

Malaikat : "Siapakah nama tuhanmu?
Muslim : "Allah!"


Model percakapan di atas menurut muslim akan di alami setiap muslim tatkala mayat mereka telah tertanam di kuburnya. Percakapan itu terjadi antara arwah mereka dengan dua Malaikat penjaga pintu kubur bernama Nukar dan Nakir. Tanpa bisa memberi tahu siapa nama tuhan yang disembah Islam, seorang muslim akan mendapat cambukan yang menyakitkan dari Nukar dan Nakir. Itu sebabnya bagi seorang muslim wajib hukumnya mengetahui nama pribadi sang sesembahan.


Kalimat dalam percakapan di atas sering dibangga-banggakan muslim kepada siapapun termasuk kepada saya yang berada di luar Islam atau orang Kafir. Malang sekali, setiap muslim yang membangga-banggakan nama sesembahan mereka kepada saya pasti saya buat kena batunya. Hal ini karena para muslim yang membanggakan nama sesembahannya tidak menyadari bahwa Allah itu bukanlah nama yang sebenarnya dari sosok yang mereka sembah.


Sebelum Islam nongol dari hasil kolakan Muhammad, orang-orang Mekah yang beragam kepercayaan masing-masing menyebut Allah untuk sosok yang mereka sembah. Termasuk orang Yahudi dan orang Kristen yang tinggal di Mekah maupun di Madinah. Itu artinya kata Allah itu adalah sebutan umum yang digunakan semua golongan umat beragama. Padahal di antara golongan umat itu ada pula golongan yang menyembah berhala di mana berhala yang mereka buat itu, juga disapa dengan kata yang sama, Allah. Jadi, sosok yang benar-benar Tuhan dengan sosok yang berupa berhala sama-sama disapa dengan menggunakan kata yang sama yaitu kata Allah.


Secara etimologis, kata Allah terdiri dari dua kata pembentuk, yaitu Al dan Ilah. Al di dalam ilmu bahasa semakna dengan partikel 'the' dalam bahasa Ingris, sedang Ilah semakna dengan kata God. Jadi Al Ilah semakna dengan the God dalam bahasa Inggris. Dari segi makna, the God artinya yang disembah. Persoalan siapa yang disembah, nanti dulu alias lain lagi ceritanya. So, Allah yang merupakan turunan dari Al dan Ilah punya makna dasar, YANG DISEMBAH.


Lalu kalau muslim di pintu kubur kelak hanya menjawab; "Allah!," itu artinya muslim hanya menjawab; "Yang disembah!" Tidak lebih. Artinya Muslim sesungguhnya sama sekali tidak memberitahu siapa nama pribadi yang mereka sembah kepada Nukar dan Nakir. Kasihan sekali, Nukar dan Nakir bakal menghujani jasad mereka dengan siksaan cambukan yang pedih.


Lalu, kalau Allah itu ternyata bukan nama pribadi melainkan hanya sebutan umum belaka, siapakah sesungguhnya nama pribadi sesembahan umat Islam itu? Disadari atau tidak oleh umat muslim, nama yang sesungguhnya dari sesembahan Islam ternyata tercantum di dalam kalimat pertama dari Al Quran sendiri yaitu di dalam QS 1 : 1 alias surat Al Fateha. Redaksinya adalah:


Bismilah Al Rahman Al Rahim. Kalimat Fateh yang pertama ini menurut muslim adalah kalimat yang sangat penting. Sholat Muslim tidak akan sempurna bila mereka tidak mengucapkan kalimat pertama fateha ini. Menurut banyak ulama, kalimat pertama ini disebut juga Ummul Quran alias Induk Al Quran. Mengapa kalimat pertama ini begitu penting dalam sholat muslim? Tentulah ada hal yang menentukan di dalamnya sehingga ia wajib diucapkan muslim yang sedang sholat.


Kalau kalimat fateha ini kita uraikan maka uraiannya dapat kita tulis kembali menjadi ;


Bi Ism Al Ilah Al Rahman Al Rahim


Kalau langsung kita artikan maka artinya akan sama dengan;


Demi NAMA yang DISEMBAH, Al Rahman Al Rahim!


Perhatikan kata Demi NAMA. Lalu perhatikan dua kata Al Rahman dan Al Rahim yang mengikutinya. Dari catatan-catatan kitab sejarah hidup Muhammad kita bisa memastikan bahwa kata Al Rahman dalam surat fateha adalah sesungguhnya nama pribadi se umat muslim. Kitab riwayat Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 1, bab 56 , halaman 250, mencatat penolakan orang Quraisy atas ajakan Muhammad mengimani Al Rahman. Orang Quraisy menolak mengimani Al Rahman karena sosok yang ditawarkan Muhammad ini bukanlah tuhan mereka melainkan tuhan lain yang berasal dari Yamamah. Orang Quraisy sendiri menyembah tuhan bernama Al Hubal yang patungnya tersisa sebagai pecahan batu hitam bernama Hajar Aswad. Tuhan orang Quraisy ini juga disebut orang Quraisy sebagai Ar Rabb atau tuhan pemelihara dan pemilik Mekah.


Di dalam kitab Sebab Turunnya Ayat Al Quran, halaman 355, karya Jalaluddin As-Suyuthi yang membahas QS 17 : 110, kita melihat fakta bahwa di mata orang Quraisy nama-nama Allah dan Al Rahman adalah dua sosok tuhan yang berbeda. Berikut kutipan catatan Jalaluddin As-Suyuthi.


Ibnu Mardawaih dan lain-lain meriwayatkan dari ibnu Al-Abbas bahwa pada suatu hari di Mekah Rasulullah berdoa, "Ya Allah ya Rahman!" Maka orang-orang musyrik menukas, "Lihatlah orang murtad ini! Dia melarang kita berdoa kepada dua tuhan sedangkan dia sendiri berdoa kepada dua tuhan!"


Dari kecaman orang Quraisy jelas bisa kita pahami bahwa Al Rahman adalah nama dari oknum tuhan yang berbeda dengan Allah.


Sebuah penggalan syair karangan Ibnu Luqaim menyanjung Muhammad berbunyi sebagai berikut;


"......Dengan dibantu ruh kudus yang menghalau musuh
Sebagai utusan dari Al Rahman dengan mengenakan tanda
Nabi tersebut datang dari Ar Rahman dengan membacakan ayatnya...."


Sumber : Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 2, bab 153, halaman 165.


Menurut Muslim ada 99 nama lain yang terdapat dalam Asmaul Husna, akan tetapi tidak dijadikan pelengkap gelar buat Muhammad dalam syair Luqaim. Tidak seperti Al Rahman, sejatinya 99 Asmaul Husna tidak dikenal di zaman Muhammad. Muhammad tidak disebut utusan Al Jabbar oleh Luqaim. Ini membuktikan Al Jabbar dalam Asmaul Husna, di zaman Muhammad, bukanlah nama pribadi sesembahan Muslim.


Ketika Muhammad terlibat penandatanganan piagam perjanjian Hudaibiyah dengan pemimpin Mekah bernama Suhail bin Amr, sekali lagi kita tahu bahwa Al Rahman adalah tuhan lain bagi orang Mekah.


Az-Zuhri berkata, "Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan bersabda kepadanya, 'Tulislah Bismillahir Rahmaanir Rahim.' Suhail bin Amr berkata, 'Aku tidak kenal kata-kata itu, tetapi tulislah bismikallahuma(dengan namamu, ya Allah)',...."


Sumber : Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 2, bab 169, halaman 283.


Dari pembukaan teks perjanjian Hudaibiyah ini kita bisa mengetahui bahwa Al Rahman bukan sifat Allah melainkan nama tuhan yang lain. Seandainya Al Rahman itu cuma satu dari antara sekian sifat Allah, maka Suhail bin Amr pasti mau menerima nama itu masuk ke dalam teks awal perjanjian Hudaibiyah.

Komentar

Postingan Populer