Al-Amin, Gelar Dari Manakah Itu?

Di artikel sebelum ini sudah saya tunjukkan bahwa sebenarnya pernyataan Muslim yang memuji nabinya sebagai orang yang terpercaya adalah pernyataan yang kosong melompong ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Sampai di sini saya baru membuktikan Muhammad bukanlah orang yang terpercaya berdasarkan respon penerimaan dan penolakan masyarakat Arab terhadap dakwah Islam yang dilancarkannya. Sebelum membahas aspek lain seputar gelar 'terpercaya' yang disematkan umat Muslim kepada nabinya, ada baiknya di artikel ini saya akan melacak dan menjelaskan dari mana sebenarnya asal gelar Al-Amin yang dikatakan Muslim.


Muslim sering menceritakan sebuah peristiwa di Mekah tentang renovasi Kabah. Pada peristiwa ini Muhammad mendapat gelar Al-Amin alias terpercaya. Untuk lebih jelas, berikut ini akan saya kutipkan catatan dari kitab klasik Islam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, jilid 1, bab 37, halaman 162;


Konflik orang-orang Quraisy dalam peletakan Hajar Aswad


Ibnu Ishaq berkata,"Semua kabilh di Quraisy mengumpulkan batuuntuk pembangunan Kabah. Setiap kabilah mengumpulkan batu sendiri-sendiri, kemudian mereka membangun Kabah. Ketika pembangunan memasuki tahap peletakan Hajar Aswad, mereka bertengkar. Setiap kabilah ingin mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya tanpa melibatkan kabilah lainnya. Itulah yang terjadi sehingga mereka berdebat, saling sumpah, dan bersiap-siap untuk berperang. Bani Abduddar mendatangkan mangkok yang penuh dengan darah, kemudian mereka bersekutu dengan Bani Adi binKa'ab bin Luai untuk mati bersama dan memasukkan tangan mereka ke dalam mangkuk darah tersebut. Oleh karena itu, mereka dinamakan La'qatu Ad-Dami(sesendok darah). Orang-orang Quraisy selama empat atau lima malam dalam kondisi seperti itu."


Penyelesaian Konflik


Ibnu Ishaq berkata,"Kemudian mereka bertemu di Masjidil Haram untuk berunding. Sebagian perawi mengaku bahwa Abu Ummaiyah bin Al-Mughirah bin Umar bin Makhzum, orang tertua di kalangan Quraisy berkata,'HI orang-orang Quraisy, serahkan penyelesaikan konflik kalian ini kepada orang yang pertama kali masuk ke dalam Masjid. Ketika mereka melihat Rasulullah SAW sudah berada di dalam Masjid, mereka berkata,'Kami ridha terhadap orang yang terpercaya ini, Muhammad.' Ketika beliau bertemu dengan mereka, maka diceritakan kepada beliau, kemudian beliau berkata,'Serahkan kain Kabah kepadaku.' Kain Kabah diberikan kepada beliau. Rasulullah SAW mengambil Hajar Aswad yang diperebutkan, kemudian meletakkannya ke dalam kain dengan tangannya sendiri dan berkata,'Hendaklah setiap kepala kabilah memegang ujung kain, kemudian mengangkat kain itu bersama-sama.' Mereka menuruti perintah Rasulullah SAW. Ketika mereka tiba di tempat Hajar Aswad, Rasulullah SAW mengambil Hajar Aswad dari kain tersebut kemudian meletakkannya di tempatnya.


Sebelum Rasulullah SAW menerima wahyu, orang-orang Quraisy menamakan beliau Al-Amin(orang yang terpercaya).


Pembaca yang budiman, harap dicatat bahwa Hajar Aswad adalah batu keramat(batu suci) orang Quraisy. Batu keramat Hajar Aswad ini adalah sarana beribadah kaum penyembah berhala Mekah. Muhammad salah satu penyembah berhala itu.


Di bagian akhir laporannya tentang konflik pada pembangunan Kabah, ibnu Ishaq mengatakan bahwa Muhammad telah dijuluki Al-Amin atau yang terpercaya sebelum ia menjadi nabi alias menerima wahyu. Dan laporan ibnu Ishaq ini selalu dijadikan Muslim alat membuktikan klaim tersebut. Akan tetapi, dapatkah laporan ibnu Ishaq kita percaya sepenuhnya? Apakah dasarnya buat kita harus mempercayai laporan ibnu Ishaq itu sepenuhnya? Masalahnya, tidak ada laporan pembanding dari fihak Quraisy yang menyebutkan mereka memberi gelar Al-Amin kepada Muhammad.


Sekarang, marilah kita analisa apakah gelar yang diklaim ibnu Ishaq itu konsisten dengan fakta yang dapat kita k baca dalam kisah konflik pembangunan Kabah.


Sebagai orang yang 'terpercaya' harusnya Muhammad dicari orang Quraisy untuk memberikan saran penyelesaian konflik yang adil. Kenyataannya, tidak seorangpun Quraisy yang mendatangi Muhammad ke rumahnya mengajaknya ke lokasi konflik agar ia bisa memberikan saran yang dapat mencegah munculnya situasi yang lebih genting. Kedatangan Muhammad ke Kabah di saat konflik itu mungkin cuma dikarenakan ia ingin sembahyang saja. Dan perlu kita soroti apa saran seorang tetua Quraisy bernama Abu Umaiyyad. Sarannya adalah agar orang Quraisy menyerahkan penyelesaian konflik pembangunan Kabah itu kepada orang yang pertama kali memasuki Masjid. Sekali lagi; orang yang pertama memasuki masjid. Abu Umaiyyad tidak mengatakan, "Cari Muhammad, minta saran kepadanya bagaimana menangani Hajar Aswad ini. Dia orang yang terpercaya!"


Tidak ada orang yang mengingat Muhammad atau teringat kepada Muhammad ketika mereka berembuk menemukan cara menghindari konflik. Fakta ini memperlihatkan bahwa Muhammad bukanlah orang yang diperhitungkan dalam kehidupan masyarakat pagan Quraisy. Apalagi sebagai orang yang paling dipercaya oleh orang Quraisy. Fakta ini jelas tidak konsisten dengan klaim Ibnu Ishaq itu. Pertanyaannya, dari manakah muasal gelar Al-Amin itu sesungguhnya? Marilah kita selidiki lebih lanjut.


Dari kitab Sebab Turunnya Ayat Al-Quran karya Jalaluddin As-Suyuthi, halaman 370, muasal gelar Al-Amin ini bisa kita telusuri keberadaannya.


Ibnu Abi Syaibah, ibnu Mardawaih, Al-Bazzar, dan Abu Ya'la meriwayatkan dari Abu Rafi, dia berkata, "Rasulullah SAW menjamu seorang tamu, lalu beliau mengutus saya kepada seorang Yahudi untuk berutang tepung yang akan dibayar pada bulan Rajab. Kata si Yahudi,'Tidak bisa, kecuali dengan gadai.' Saya pun menghadap Rasulullah SAW dan memberitahu beliau. Beliau bersabda,'Demi Allah, aku sungguh terpercaya di langit dan terpercaya di bumi.'


Astaganaga, ternyata Muhammad lah yang menjadi asal mula gelar Al-Amin yang disandangnya. Muhammad melontarkan gelar tersebut secara spontan di tengah rasa marah akibat penolakan orang Yahudi terhadap permintaannya agar ia dipinjami tepung. Dalam bahasa Indonesia sehari-hari, kalmat Muhammad kira-kira berbunyi; "Sialan si Yahudi itu, masak dia tidak percaya sama saya. Bukankah saya ini terpercaya di langit dan di bumi? Karena saya ini terpercaya di langit dan di bumi, si Yahudi harusnya percaya kepada saya!" Muhammad lupa bahwa permintaan si Yahudi tidak ada urusannya dengan gelar Al-Amin yang dibuatnya sendiri. Yang diminta si Yahudi adalah gadai dan gadai itu tidak dimiliki Muhammad.


Dengan dua riwayat ini apakah kita masih percaya pada klaim Muslim yang mengatakan nabi mereka adalah manusia terpercaya? Tidak, bukan? Dengan demikian, bagaimana celotehan Muhammad yang dikumpulkannya di Quran dapat kita percayai atau kita imani? Wallahuallam!







Komentar

  1. Sebelum menulis hendaklah anda belajar terlebih dahulu. Jangan asal tulis dan isinya hanya sesuai kehendak anda sajaa,,,,😡😡😡

    BalasHapus
  2. Sebelum menulis hendaklah anda belajar terlebih dahulu. Jangan asal tulis dan isinya hanya sesuai kehendak anda sajaa,,,,😡😡😡

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer