Agama Arab Tidak Mengenal Kenabian

Bukan hanya kepada orang Yahudi dan orang Kristen saja Muhammad mengklaim dirinya utusan tuhan dengan gelar rangkap nabi dan rasul. Muhammad juga membuat klaim yang sama di depan orang-orang Quraisy yang nota bene adalah sukunya sendiri. Entah karena terdorong oleh keinginan yang kuat agar memiliki pengikut, Muhammad lupa kalau di kalangan penganut agama Quraisy tidak dikenal adanya kenabian atau kerasulan. Kenabian itu sebelumnya hanya dikenal dalam agama Yahudi, sebab kenabian itu sendiri berasal dari antara kalangan imam-imam yang bekerja di rumah sembahyang Israel. Sementara orang-orang Kristen mengenal kenabian karena mereka juga membaca dan mengini Alkitab Ibrani yaitu kitab Perjanjian Lama. Berbeda dengan kenabian, kerasulan erat kaitannya dengan pekabaran injil. Di mana injil artinya kabar suka cita tentang bagaimana Tuhan mewujudkan janjinya kepada Adam untuk mengirimkan sosok peremuk kepala 'ular'. Kabar suka cita juga berkenaan dengan Tuhan telah mengirimkan seseorang menjadi Messias Israel yang menghadirkan kerajaan Bapa di bumi sebagaimana doa-doa yang selalu dipanjatkan umat Israel tiap hari.


Kata 'nabi' sendiri bukanlah kata asli dalam bahasa Arab. Kata 'nabi' yang kita kenal dalam bahasa Arab sesungguhnya cuma kata serapan dari bahasa Ibrani, 'nevi'. Kata nevi yang dalam bahasa Ibrani memiliki arti asli sebagai 'mulut' Tuhan atau 'juru bicara' Tuhan. Itu berarti, makna nabi seperti yang didengang-dengungkan umat islam adalah makna yang keliru. Menurut islam, nabi itu artinya utusan Allah yang menerima wahyu atau menerima firman. Ini jelas tidak nyambung dengan peran seorang nabi di dalam rumah sembahyang Israel. Kitab Yesaya menyebut peran khas nabi-nabi sebagai Khoseh atau pelihat masa depan. Dalam bahasa sehari-hari, kata 'khoseh' dapat dimaknai sebagai 'juru ramal'. Untuk memutuskan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, para raja maupun masyarakat awam Israel selalu meminta nabi-nabi 'melihat' apakah Tuhan merestui atau tidak. Seorang nabi bekerja tidak seperti dukun dalam tradisi agama Arab. Nabi tidak perlu kesurupan dalam menentukan keputusan dari yang adikodrati. Seorang nabi cukup mengenakan pakaian Efod dengan alat undi Urim dan Tumim. Hal seperti ini tidak dikenal dalam tradisi agama berhala Arab.


Tradisi ini kemudian hari menghilang dari rumah sembahyang Yahudi hingga detik ini. Tidak jelas kapan mulai menghilang. Kemungkinan besar setelah masa kembalinya Israel dari pembuangan di Babilonia. Di mana tradisi kenabian perlahan digantikan tradisi misnah yang menekankan peran para rabbi dan lembaga pendidikan midrash. Jadi, ketika Muhammad mengaku-ngaku penerus para nabi, orang Yahudi melihat Muhammad seperti orang yang mengigau di siang hari terik.


Orang Yahudi jelas melihat Muhammad bagian dari para penyembah berhala Mekah. Berhala Mekah bukanlah Tuhan Israel. Oleh karenanya, tradisi beriman yang menghidupi penyembahan berhala di Mekah tidak mungkin melibatkan para nabi dalam tradisi agama Yahudi. Karenanya Muhammad tidak pantas mengekstrapolasi keberagamaannya mencakupi tradisi beriman Israel.


Muhammad berhak mengklaim apa saja sepanjang klaimnya itu operasional di dalam tradisi beriman para penyembah berhala Mekah atau Yamamah. Terserah dia mengklaim sebagai Abd-Al-Allah atau Abd-Ar-Rahman. Tapi kalau sempat ia mengklaim dirinya penerus kenabian Israel, sama saja dia mengklaim dirinya adalah Obeid-Yahweh, klaim tentang Yahweh Tuhan Israel yang justru tidak dikenal dan tidak pernah disinggung dalam Al-Quran atau Hadis dan sirah manapun.


Ketika Muhammad mengklaim dirinya diutus oleh Tuhan yang dikenal para nabi, Muhammad tidak tahu bahwa setiap nabi yang diutus Tuhan Israel selalu dilengkapi kemampuan melakukan hal-hal yang bersifat Adikodrati alias kemampuan melakukan tanda ajaib atau mukjizat. Dengan pengakuannya itu Muhammad segera mendapat tantangan yang mematikan dari kalangangan rahib dan cerdik pandai Yahudi. Apalagi kalau bukan diminta melakukan tanda ajaib atau mukjizat. Muhammad atau Allah swt sanggup? Tidak! Tidak satupun mukjizat terjadi di hadapan rahib Yahudi dan cerdik pandai mereka. Muhamad hanya mengaku pemberi peringatan. Mengaku sama-sama menunggu mukjizat dari Allah swt si tuhan Arab. Mengaku hanya menghasilkan mukjizat berupa Al-Quran.


Memprihatinkan sekali, kok bisa-bisanya Muhammad mengaku diutus tuhannya tapi tidak bisa menunjukkan bekal ilmu dan kuasa dari langit? Padahal bekal ilmu dan tanda mukjizat adalah salah satu materai Ilahi yang dapat dijadikan pondasi yang meyakinkan dalam menerima dan mengakui Muhammad sebagai utusan Tuhan yang sejati.





Komentar

Postingan Populer